Aneh, Jorong Parak Laweh Tidak Tergerak Terhadap Sampah, Tidak Mampu Mendorong Warganya Dalam Goro

MediaSuaraMabes, Agam – Aneh, Jorong Parak Laweh, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tilatang Kamang, seolah memilih bungkam seribu bahasa tatkala menyaksikan langsung warga jorong Ngungun bahu membahu melaksanakan GORO secara swadaya penuh ikhlas termasuk disinggung soal perannya dalam menggerakkan kesadaran warga di Jorongnya, Paraklaweh sepekan lalu.

Atas kenerja jorong parak lawek menimbulkan berbagai pertanyaan, apalagi menyangkut kelestarian lingkungan sekitar dan berpengaruh terhadap kegiatan usaha pertanian, ladang, perikanan, serta usaha lainnya.

Pertanyaan mengenai sejauh mana upaya Jorong Paraklaweh mendorong masyarakatnya untuk menghentikan kebiasaan membuang sampah di saluran irigasi, yang merupakan urat nadi pertanian dan lingkungan, hanya disambut kebisuan.

Sikap diam ini, alih-alih menenangkan, justru menimbulkan gugatan besar: apakah kepemimpinan lokal telah lepas tangan di tengah krisis sampah yang kian mengancam ekosistem dan ketahanan air di wilayah tersebut?

​Pilu Jorong Ngungun dan Rusaknya Urat Nadi Kehidupan.

​Di sisi lain, Jorong Ngungun, yang berada dalam lingkup Nagari Koto Tangah, mengungkapkan rasa sedih dan keprihatinan mendalam.

Mereka menjadi saksi nyata betapa rusaknya lingkungan, terutama jaringan irigasi, akibat tumpukan sampah rumah tangga yang dilemparkan tanpa rasa bersalah oleh warga sekitar, khususnya yang bermukim di bantaran air.

Irigasi yang seharusnya mengalirkan berkah air bagi sawah dan ladang, kini dipenuhi limbah, berbau busuk, dan menjadi sumber bencana banjir lokal yang tak terhindarkan, seolah menjerit minta diselamatkan.

​Kontras Antara Kepedulian dan Ketidakpedulian Massa

​Pemandangan ini menyajikan sebuah kontras yang menusuk: satu jorong yang merasakan langsung dampak buruk, berjuang dalam keprihatinan, dan jorong lain yang seolah tutup mata dan telinga.

Namun, mereka merasa Jorong Parak Laweh seolah berdiri di luar lingkaran kepedulian itu, tanpa ada gerakan masif yang melibatkan warganya sendiri.

​Paragraf 4: Upaya yang Sudah Dilakukan: Sebatas Seremonial atau Akar Masalah?

​Lalu, apa sesungguhnya upaya konkret yang telah dilakukan oleh pengelola di tingkat nagari dan jorong, termasuk yang enggan bergeming?

Warga berharap upaya sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah telah dilakukan, bahkan sampai menyurati dan mendatangi rumah warga.

” Kalau tidak juga diindahkan lakukan pengawasan ketat dan tindak atas pencemaran lingkungan ” tegas salah seorang dari peserta goro yang diiyakaan yang lain.

Warga berharap ada inisiatif gotong royong bersama yang melibatkan beberapa jorong, Wali Nagari, dan masyarakat, seperti aksi membersihkan gorong-gorong yang tersumbat.

Namun, terbukti bahwa kesadaran yang minim dan ulah segelintir warga yang “kalamak di paruiknyo” (hanya mementingkan diri sendiri) membuat tumpukan sampah terus bermunculan.

​Goro Bersama: Solusi Sementara di Tengah Krisis Kesadaran Jangka Panjang

​Dorongan untuk menggelar Goro Bersama atau Gotong Royong warga Ngungun sebagai upaya pencegahan dan penanganan memang menjadi langkah yang patut diapresiasi, namun ironisnya, aktivitas tersebut kerap terasa sebagai pemadam kebakaran yang hanya menyelesaikan masalah di permukaan, bukan di akarnya.

” Kami minta pemerintah terkait peduli karena menyangkut hajat hidup ekonomi pertanian bagi anak istri kami” ucap mereka dengan nada geram

Salah satu tokopun menyatakan, Selama kesadaran kolektif untuk tidak membuang sampah sembarangan tidak tertanam kuat, selama itu pula irigasi akan kembali menjadi tempat pembuangan.

Aksi bersih-bersih hanya akan menjadi ritual tahunan yang sia-sia tanpa diikuti penegakan aturan dan komitmen yang berkelanjutan dari semua pihak.

Siapa yang Bertanggung Jawab Atas kurangnya partisipasi aktif jorong menggerakkan Parak Laweh?

​Jorong Parak Laweh mungkin memilih diam, tetapi diamnya adalah refleksi keras bagi seluruh pemangku kepentingan di Nagari Koto Tangah.

Bukankah menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kolektif? Jika jorong lain sudah bergerak, mengapa Parak Laweh tak kunjung menunjukkan taringnya dalam perlawanan terhadap sampah?

Apakah diperlukan bencana yang lebih besar, seperti banjir bandang yang menghanyutkan hasil panen, agar keheningan itu pecah menjadi sebuah aksi nyata?

Warga Ngungun dan lingkungan yang rusak tengah menanti jawaban, dan yang lebih penting, menanti sebuah perubahan sikap.

Atas contoh tauladan yang telah diberikan oleh warga Ngungun mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan karena memiliki kesadaran tinggi.

(FKYamanLbs)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *