MediaSuaraMabes, Bandung Barat – Aura ketegangan menyelimuti Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Kamis (24/7/2025) siang.
Sejumlah petugas Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung tampak mengenakan rompi berwarna merah muda tertuliskan SATUAN KHUSUS PEMBERANTASAN KORUPSI menggeledah sejumlah ruangan di kantor tersebut secara maraton sejak pukul 11.00 WIB.
Penggeledahan yang menyita perhatian itu disebut merupakan buntut dari kasus korupsi pengadaan mobil laboratorium caravan Covid-19 yang merugikan negara hingga lebih dari Rp3 miliar. Kasus ini telah menyeret tiga tersangka, termasuk mantan Kepala Dinkes KBB, Eishen Hower.
Berdasarkan pantauan langsung jurnalis ,tim penyidik dari Kejari memasuki ruang-ruang staf dan memeriksa dokumen-dokumen penting. Kepala Dinas Kesehatan KBB saat ini, dr. Ridwan Abdullah Putra, terlihat mendampingi para penyidik selama proses berlangsung.
“Sudah satu jam Kejari di sini, saya enggak tahu pasti, sepertinya mereka penyidik,” ujar salah seorang staf Dinkes KBB yang enggan disebutkan namanya.
Penggeledahan ini diduga merupakan bagian dari langkah lanjutan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan caravan laboratorium Covid-19 senilai Rp6,07 miliar. Proyek yang dahulu dipromosikan sebagai inovasi penanganan pandemi itu kini berubah menjadi sumber skandal besar.
Sebelumnya diketahui dalam konferensi pers yang digelar pekan lalu (17/7), Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, Doni Haryono Setiawan, menjelaskan bahwa proyek tersebut tidak melalui mekanisme yang sesuai prosedur. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium dan Penunjang Medik KBB, yang seharusnya mengajukan kebutuhan, sama sekali tidak pernah mengeluarkan permintaan resmi.
“Pengadaan ini tidak melalui proses permintaan kebutuhan yang sah. Bahkan sebelum lelang dimulai, sejumlah staf Dinkes KBB diperintahkan untuk melihat contoh mobil lab ke sebuah bengkel di Padalarang. Itu dijadikan acuan proyek,” ungkap Doni.
Dalam pengadaan ini, ditemukan pula bahwa proyek berjalan tanpa adanya Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dokumen yang seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Bahkan, hasil akhir proyek berupa mobil caravan hingga kini mangkrak di halaman Dinkes karena tidak memiliki dokumen legal operasional seperti SKRB dan SRUT.
“Unit caravan lab hingga kini mangkrak di halaman Dinkes KBB karena tak punya izin operasional dan tidak memenuhi standar keselamatan,” tegas Doni.
Ironisnya, serah terima hasil pekerjaan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) diduga dilakukan tanpa verifikasi teknis di lapangan. Dokumen laporan dibuat sepihak oleh PPK, tanpa adanya pemeriksaan faktual terhadap barang yang diserahkan.
Kerugian Negara dan Ancaman Hukum
Tiga tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, yakni:
• ES (Eishen Hower), mantan Kepala Dinas Kesehatan KBB sekaligus Pengguna Anggaran,
• RDS (Ridwan Daomara Silitonga), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
• CG (Cristian Gunawan), Direktur PT Multi Artha Sehati selaku penyedia jasa caravan lab.
Kontrak pengadaan mobil ditandatangani pada Desember 2021 senilai Rp4,41 miliar dengan durasi pengerjaan selama 30 hari.
Namun, berdasarkan audit BPKP Jawa Barat, negara mengalami kerugian sebesar Rp3.077.881.200 akibat proyek fiktif ini.
“Proyek ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan publik dan tenaga kesehatan jika unit yang tidak bersertifikat digunakan,” ujar Doni.
***Red/Tim:DS.